Situs IIM

Favorit Saya

Catatan Hari ini

Selasa, 14 Januari 2014

Abdul Mutholib dan Sumur Yang Terlupakan

 
Mekah dalam kenangan lama, kota itu adalah sebuah perkampungan tandus dan sebuah tempat untuk menyediakan air minum untuk orang-orang terlupkan, silih berganti para pengembara datang dan pergi. diMekah pada saat itu belum ada sesuatu apapun yang bisa diolah untuk dijadikan bahan makanan. Mekah hanya sebagai tempat untuk beribadah saja dan hanya bebearap suku saja yang tinggal disitu.

Qussay dan putra-putranya tinggal disitu, Untuk sementara waktu mereka menjadi penguwasa lembah dimekhah,mereka memelihara rumah kuno yang berdiri ditengah tengah diperkampungan mereka. Orang- orang menceritakan kisah kisah klasik tentang mekkah. Adam membangun pertama kali rumah suci itu untuk menyembah Tuhan. Kemudian diteruskan oleh Ibrahim dan ismail yang menemukan lewat Wahyu illahi tuk membangun rumah ibadah disitu.

Namun kisah kisah ini pertama kali diceritakan oleh komunitas Yahudi digurun pasir itu, kemudian diadopsi oleh orang-orang arab disitu yang pada saati itu menyembah berhala. Dan cerita cerita tentang rumah ibadah ini tak sampai ketelinga raja-raja yang jauh dari situ Cuma berkutat dimekah saja. Mekah adalah daerah yang suram pada saat itu dan dareah yang bersinar penuh kemuliaan ada dikota Yaman.

Pada abad pertengahan rumah suci itu dibangun lagi oleh pimpinan Yahudi yang pada saat itu kondisinya ambruk karena terabaikan dan terlupakan. Dan agama Ibrahim terpuruk menjadi dongeng-dongen yang tak masuk akal oleh penduduk mekah. Sementara setelah pembangunanya selesai orang orang arab memasukan batu-batu berhala seperti Hubal, Latta, Uzza dan Manat serta seratus sesembahan lainya. Namun demikian rumah itu tetap milik Tuhan dan Nabi-Nya Ibrahim.

Dizaman Qussay mereka tetap melaksanakan kurban dan mengikuti apa yang dikerjakan Ibrahim tapi yang mereka lakukan untuk berhala-berhala mereka. Qussay membangun sebuah tembok rendah disekeliling rumah suci itu, ruang antara tembok dan pintu masuk menuju rumah suci itu disebut Hijr.

Di Hijr Tuhan mengabulkan impian dan bayangan manusia. Salah seorang yang bermimpi adalah Abdul Muthalib yaitu cicit dari Qussay. Abdul muthalib juga dijuluki shayba dan penduduk menjadikan dia sesepuh dan pemimpin sukunya. Namun sebelum menjadi orang terkemukan shayba tadinya hanya seorang yang menghabiskan waktunya untuk membersihkan rumah suci itu sebagaimana yang telah dilakukan para sesepuhnya dulu.

Dia setiap malam tidurnya diHijr dan mendapat mimpi-mimpi aneh dalam naungan rumah Tuhan itu. Dia memimpikan Ibrahim dan Ismail, Dia memimpikan pembangunan Rumah suci itu dan disitu pula dia bermimpi sumur yang terlupakan.

Dalam mimpi itu, Sarah mendesak Ibrahim mengasingkan hajar dan ismail. Ibrahaim berkata kepada Tuhannya ;” Engkau telah memberikan Ishaq tapi Ismail juga putraku”.

Malaikat Tuhan berkata :” Kau harus mengorbankan Ismail demi sarah, aku akan menunjukan kepadamu kemana harus membawa anak itu dan ibunya”>
Maka Ibrahimpun membawa Hajar dan Ismail kelembah terpencil itu. Ibrahim meninggalkan mereka didekat pohon berduri, diatas pondasi Rumah suci yang dibangun pertama kali oleh adam untuk menyembah Tuhan. Ibrahim berbicara pelan pada ismail yang pada saat itu masih kecil, sambil mengecup keningnya sembari memeluk Hajar, memohon agar Tuhan melindungi mereka.

Setelah Ibrahim pergi, Ismail merasa kehausan. Hajar meninggalkan putranya untuk mencari air, tapi dia tidak menemukan apa-apa untuk diberikan kepada putranya. Sambil menangis Hajar kembali ketempat dimana dia meninggalkan ismail putranya dan menemukan putranya sedang meminum air dari mata air kecil yang mengucur dibawah tangan ismail.

Hajar bertanya : “Bagaiman Kau menemukan air ini?”

Ismail menjawab : “Setelah aku meminta minum kepada ibu,dan ibu meninggalkan aku, maka akupun memohon kepada Tuhan. Sebelum ayah meninggalkan kita, aku diajari do’a oleh ayah untuk dipanjatkan kepada Tuhan. Ayah berkata :”Mintalah dari yang Maha Pemberi dan apa yang kau minta akan Dia beri”. Ayah berkata lagi untuk mengucapkan doa ini :” Inilah kami wahai Tuhan, inilah kami. Engkau tak punya sekutu dan Engkau yang berkuasa atas diri kami serta apa saja yang kami miliki”. Dan ketika selesai berdoa mata air ini muncul dari bawah tanah.”

Hajarpun merasa takjub dengan apa yang terjadi dan berfikir bahwa air itu pasti suci. Diapun mengabil air tersebut untuk beberapa kali. Tapi aneh air itu berhenti mengalir ketika Hajar mencoba mengambil kembali. Hajar mencoba menggali sumber mata air itu tapi hasilnya nihil. Maka ismailmun berkata kepada ibunya :” Jika ibu percaya pada pemeliharaan Tuhan, maka air itu akan mengalir sampai hari akhir.”

Tiga kali Shayba bermimpi kejadian itu. Tapi setelah mimpi yang ketiga kalinya Shayba melihat sosok Malaikat muncul dihadapanya dan memerintahkan agar menggali sumur itu yang tak jauh dari rumah suci itu, karena mereka yang masih hidup telah melupakan keberadaannya, sumur itu telah tertutup dari masa kemasa sebelumnya. Shaybapun menanyakan nama malaikat itu tapi malaikat itu menjawab :” Aku hanya hamba Tuhan”. Dan shayba menjawab : “Kau adalah mahluk suci, sosok malaikat”.

Setelah mimpi ketiga dan petunjuk dari malaikat tersebut maka Shayba pulang tuk mengambil sekop kecil dan menggali dimana tempat yang telah dikasih tau Malaikat tersebut. Dibantu putra sulungnya yaitu Harits mereka berdua menggali tapi orang-orang arab menggangap mereka sudah gila dan berfikir mana ada air dipadang tandus dan berpasir digurun itu.

Beberapa jam dari penggalian itu sekop Shayba membentur bibir sumur itu. Saat dia memperlihatkan sumur temuanya itu kepada penduduk maka Shayba menjadi orang yang berwibawa diMekkah. Dan ketika Shayba meminum untuk pertama kali dia berkata : “ Ini adalah Kuasa Tuhan”. Dan masuk kerumah suci bersama putranya Harits. Didalam rumah suci itu mereka berdua bersujud pada Tuhan meskipun dia dikelilingi berhala yang sangat banyak. Shaybapun mengajari doa Ibrahim kepada islmail kepada penduduk kota mekah:

” Inilah kami wahai Tuhan, inilah kami. Engkau tak punya sekutu dan Engkau yang berkuasa atas diri kami serta apa saja yang kami miliki”.

Tapi orang-orang tidak lagi mengingat doa itu dengan tepat. Mereka masih sangat mencintai berhala berhala mereka dan mengganti doanya yang diajarkan Shayba : :” Inilah kami wahai Tuhan, inilah kami. Engkau tak punya sekutu kecuali sekutu-sekutu milik-Mu dan Engkau yang berkuasa atas diri mereka serta apa saja yang mereka miliki”.

Hari berganti hari Shayba atau abdul muthalib menjadi orang yang dikenal luas dan terpandang dimasa itu. Hingga suatu saat akan datang Bala tentara Raja Abraha dengan tentara bergajahnya yang ingin menghancurkan rumah suci tersebut atas nama Tuhan yang maha Esa karena keberadaan berhala-berhala dirumah suci itu dan mencoba mengalihkan orang –orang arab agar beribadah kegreja yang dia buat untuk beribadah bagi umat Kristen dan bersamaan dengan itu akan lahir juga Nabi akhir jaman yaitu Muhammad rosullah dimana Raja Abraha dengan tentara bergajahnya ingin meruntuhkan bangunan rumah suci milik Tuhan itu, yang inssaAllah cerita ini akan aku buat sebagai catatan berikutnya.”

Wassallam…”



Read More »
05.48 | 0 komentar

Jumat, 01 Maret 2013

Abu Hurairah dan Pencuri


Abu Hurairah r.a. pernah ditugaskan oleh Rasulullah S.A.W untuk menjaga gudang zakat di bulan Ramadhan. Tiba-tiba muncullah seseorang, lalu mencuri segenggam makanan. Namun kepintaran Hurairah memang patut dipuji, kemudian pencuri itu kemudian berhasil ditangkapnya.
“Akan aku adukan kamu kepada Rasulullah S.A.W,” gertak Abu Hurairah.
Bukan main takutnya pencuri itu mendengar ancaman Abu Hurairah, hingga kemudian ia pun merengek-rengek : “Saya ini orang miskin, keluarga tanggungan saya banyak, sementara saya sangat memerlukan makanan.”

Maka pencuri itu pun dilepaskan. Bukankah zakat itu pada akhirnya akan diberikan kepada fakir miskin ? Hanya saja, cara memang keliru. Mestinya jangan keliru.
Keesokan harinya, Abu Hurairah melaporkan kepada Rasulullah S.A.W. Maka bertanyalah beliau : “Apa yang dilakukan kepada tawananmu semalam, ya Abu Hurairah?”
Ia mengeluh, “Ya Rasulullah, bahawa ia orang miskin, keluarganya banyak dan sangat memerlukan makanan,” jawab Abu Hurairah. Lalu diterangkan pula olehnya, bahawa ia kasihan kepada pencuri itu,, lalu dilepaskannya.

“Bohong dia,” kata Nabi : “Pada hala nanti malam ia akan datang lagi.”
Kerana Rasulullah S.A.W berkata begitu, maka penjagaannya diperketat, dan kewaspadaan pun ditingkatkan.Dan, benar juga, pencuri itu kembali lagi, lalu mengambil makanan seperti kelmarin. Dan kali ini ia pun tertangkap.
“Akan aku adukan kamu kepada Rasulullah S.A.W,” ancam Abu Hurairah, sama seperti kelmarin. Dan pencuri itu pun sekali lagi meminta ampun : “Saya orang miskin, keluarga saya banyak. Saya berjanji esok tidak akan kembali lagi.”

Kasihan juga rupanya Abu Hurairah mendengar keluhan orang itu, dan kali ini pun ia kembali dilepaskan. Pada paginya, kejadian itu dilaporkan kepada Rasulullah S.A.W, dan beliau pun bertanya seperti kelmarin. Dan setelah mendapat jawapan yang sama, sekali lagi Rasulullah menegaskan : “Pencuri itu bohong, dan nanti malam ia akan kembali lagi.”
Malam itu Abu Hurairah berjaga-jaga dengan kewaspadaan dan kepintaran penuh. Mata, telinga dan perasaannya dipasang baik-baik. Diperhatikannya dengan teliti setiap gerak-geri disekelilingnya sudah dua kali ia dibohongi oleh pencuri. Jika pencuri itu benar-benar datang seperti diperkatakan oleh Rasulullah dan ia berhasil menangkapnya, ia telah bertekad tidak akan melepaskannya sekali lagi. Hatinya sudah tidak sabar lagi menunggu-nunggu datangnya pencuri jahanam itu. Ia kesal. Kenapa pencuri kelmarin itu dilepaskan begitu sahaja sebelum diseret ke hadapan Rasulullah S.A.W ? Kenapa mahu saja ia ditipu olehnya ? “Awas!” katanya dalam hati. “Kali ini tidak akan kuberikan ampun.”

Malam semakin larut, jalanan sudah sepi, ketika tiba-tiba muncul sesosok bayangan yang datang menghampiri longgokan makanan yang dia jaga. “Nah, benar juga, ia datang lagi,” katanya dalam hati. Dan tidak lama kemudian pencuri itu telah bertekuk lutut di hadapannya dengan wajah ketakutan. Diperhatikannya benar-benar wajah pencuri itu. Ada semacam kepura-puraan pada gerak-gerinya.
“Kali ini kau pastinya kuadukan kepada Rasulullah. Sudah dua kali kau berjanji tidak akan datang lagi ke mari, tapi ternyata kau kembali juga. Lepaskan saya,” pencuri itu memohon. Tapi, dari tangan Abu Hurairah yang menggenggam erat-erat dapat difahami, bahawa kali ini ia tidak akan dilepaskan lagi. Maka dengan rasa putus asa ahirnya pencuri itu berkata : “Lepaskan saya, akan saya ajari tuan beberapa kalimat yang sangat berguna.”

“Kalimat-kalimat apakah itu?” Tanya Abu Hurairah dengan rasa ingin tahu. “Bila tuan hendak tidur, bacalah ayat Kursi : Allaahu laa Ilaaha illaa Huwal-Hayyul Qayyuuumu….. Dan seterusnya sampai akhir ayat. Maka tuan akan selalu dipelihara oleh Allah, dan tidak akan ada syaitan yang berani mendekati tuan sampai pagi.”
Maka pencuri itu pun dilepaskan oleh Abu Hurairah. Agaknya naluri keilmuannya lebih menguasai jiwanya sebagai penjaga gudang.
Dan keesokan harinya, ia kembali menghadap Rasulullah S.A.W untuk melaporkan pengalamannya yang luar biasa tadi malam. Ada seorang pencuri yang mengajarinya kegunaan ayat Kursi.

“Apa yang dilakukan oleh tawananmu semalam?” tanya Rasul sebelum Abu Hurairah sempat menceritakan segalanya.
“Ia mengajariku beberapa kalimat yang katanya sangat berguna, lalu ia saya lepaskan,” jawab Abu Hurairah.
“Kalimat apakah itu?” tanya Nabi.
Katanya : “Kalau kamu tidur, bacalah ayat Kursi : Allaahu laa Ilaaha illaa Huwal-Hayyul Qayyuuumu….. Dan seterusnya sampai akhir ayat. Dan ia katakan pula : “Jika engkau membaca itu, maka engkau akan selalu dijaga oleh Allah, dan tidak akan didekati syaitan hingga pagi hari.”

Menanggapi cerita Abu Hurairah, Nabi S.A.W berkata, “Pencuri itu telah berkata benar, sekalipun sebenarnya ia tetap pendusta.” Kemudian Nabi S.A.W bertanya pula : “Tahukah kamu, siapa sebenarnya pencuri yang bertemu denganmu tiap malam itu?”
“Entahlah.” Jawab Abu Hurairah.
“Itulah syaitan.”

Read More »
18.55 | 0 komentar

Julaibib

"Seperti biasanya ku buka Fesbukku tuk mencoba melihat siapa saja yang lagi hangat hangatnya buat setatus dipagi ini tuk menemani sarapan pagiku,,"kulihat inbokku yang ternyata ada pesan masuk,kulihat ternyata dari sicantik Dr. Annisa,,,"sembari meledek aku yang katanya mirip kisah yang akan diceritakan,,"udah jelek ga laku laku lagi,,"hehehe Annisa memintaku agar membuat begraund atau gambarnya untuk catatanya itu,," mungkin cerita ini sudah tak asing lagi atau sudah sering teman teman dengar dari berbagai media atau buku buku kumpulan orang orang sholeh,tapi tak ada salahnya jika catatan ini dimuat untuk menambah perbendaraan cerita diraja singa,,"okey langsung saja ceritanya kurang lebih sebagai berikut :

"Julaibib, begitulah ia dikenal. Kata ini sendiri mungkin sudah menunjukkan ciri fisiknya, kerdil. Nama ini, tentu bukan ia sendiri yang menghendaki, atau mungkin tidak pula kedua orangtuanya karena ia pun tidak tahu siapa ayah dan bundanya. Demikian pula, orang-orang disekitarnya, semuanya tidak tahu atau tak mau tentangnya. Tak dikenal jua, dari suku manakah ia. Celakanya lagi, bagi masyarakat Yatsrib, tak bernasab dan tak bersuku adalah cacat sosial yang tak terampunkan.

Tampilan fisik dan kesehariannya juga menggenapkan sulitnya manusia berdekat-dekat dengannya. Wajahnya yang jelek terkesan sangar. Pendek. Bungkuk. Hitam. Fakir. Kainnya using. Pakaiannya lusuh. Kakinya pecah-pecah tak beralas. Tak ada rumah untuk berteduh. Tidur sembarangan berbantalkan tangan dan berkasurkan pasir dan kerikil. Tak ada perabotan. Minum hanya dari kolam umum yang diciduk dengan tangkupan telapan.

Abu Barzah, seorang pemimpin Bani Aslam, sampai-sampai berkata tentang Julaibib, “Jangan pernah biarkan Julaibib masuk di antara kalian! Demi Allah jika dia berani begitu, aku akan melakukan hal yang mengerikan kepadanya!”
Demikianlah Julaibib.

Namun jika Allah berkehendak menurunkan rahmat-Nya, tak satu pun makhluk bisa menghalangi. Julaibib menerima hidayah, dan dia selalu berada di shaff terdepan dalam shalat dan jihad. Meski hampir semua orang tetap memperlakukannya seolah ia tiada, tidak begitu dengan Rasul mulia, sang rahmat bagi semesta alam. Julaibib yang tinggal di shuffah Masjid Nabawi, suatu hari ditegur oleh Nabi, “Julaibib”begitu lembut beliau memanggil, “Tidakkah engkau menikah?”

Julaibib menjawab dengan tetap tersenyum, “Siapakah orangnya ya Rasulallah, yang mau menikahkan putrinya dengan diriku ini?” karena ia menyadari dirinya; miskin papa dan tidak berkeluarga, berfisik cacat pula. Seolah, tiada seorang pun yang memperhatikannya, ada dan tiadanya adalah sama. Namun, ia tidak menyesali diri dan menyalahkan takdir ilahi, pada muka maupun kata-katanya.

Rasululloh juga tersenyum. Mungkin memang tidak ada orang tua yang berkenan pada Julaibib. Tapi pada hari berikutnya, ketika bertemu dengan Julaibib, beliau menanyakan hal yang sama, “Julaibib, tidakkah engkau menikah?” Dan Julaibib menjawab dengan jawaban yang sama pula. Begitu, begitu, begitu. Tiga kali. Tiga hari berturut-turut.

Dan di hari ketiga itulah, Nabi menggamit lengan Julaibin dan membawanya ke salah satu rumah seorang pemimpin Anshar sebagaimana tersebut dalam riwayat Abu Barzah al Aslami. “Aku ingin” kata Rasululloh kepada si empunya rumah, “melamar puteri kalian.”

“Betapa indahnya dan betapa barakahnya.” Begitu si wali menjawab berseri-seri, mengira bahwa sang Nabi lah calon menantunya. “Ya Rasulallah, sungguh akan menjadi cahaya yang menyingkirkan temaram dari rumah kami.”

“Tapi aku melamar bukan untukku sendiri.”kata Rasululloh, “Kupinang putri kalian untu Julaibib?”

“Apa? Julaibib?”, nyaris ayah sang gadis terpekik. Berkelebat bayangan Julaibib dengan detailnya, dan ia terkaget.

“Ya. Untuk Julaibib.”

“Ya Rasulallah.” Terdengar helaan nafas berat, “Saya harus meminta pertimbangan istri saya tentang hal ini.”

“Dengan Julaibib?” seru istrinya dari dalam rumah, “Bagaimana bisa? Julabib yang berwajah lecak, tak bernasab, tak berkabilah, tak berpangkat dan tak berharta?” Tak puas, ia melanjutkan kata-kata yang menjadi bukti betapa ia berat hati melepas putrinya untuk dinikahkan dengan Julaibib, “Demi Allah tidak. Tidak akan pernah puteri kita menikah dengan Julaibib.”

Perdebatan itu tidak berlangsung lama karena sang puteri dari balik tirai berkata anggun, “Siapakah yang meminta wahai ayah dan ibu?”
Keduanya pun menjelaskan.

“Apakah kalian hendak menolak permintaan Rasululloh? Demi Allah, kirim aku kepadanya. Dan demi Allah, karena Rasululloh lah yang meminta, maka tiada akan dia membawa kehancuran dan kerugian bagiku.” Sang gadis shalihah itu lalu membaca firman Allah,

“Dan tidaklah patut bagi lelaki beriman dan perempuan beriman, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh ia telah tersesat dalam kesesatan yang nyata.” (al Ahzab : 36).

Beliau pun menikahkannya dengan Julaibib.
Ishaq bin Abdillah bin Abi Thalhah berkata kepada Tsabit, “Tahukah kamu, apa doa Rasululloh untuk wanita itu?”

Ia berkata, “Apa gerangan doa Nabi untuknya?”

Beliau mengucapkan doa, “Ya Allah, limpahkan kebaikan atasnya, dalam kelimpahan yang penuh barakah. Jangalah kau biarkan hidupnya payah dan bermasalah.”

Benarlah doa Nabi Muhammad. Namun, kebersamaan keduanya ditakdirkan terlalu lama. Meski di dunia sang istri shalihah dan bertakwa, tapi bidadari telah terlampau lama merindukannya. Julaibib lebih dihajatkan langit meski tercibir di bumi. Ia lebih pantas menghuni jannah daripada dunia yang bersikap tidak terlalu bersahabat kepadanya.

Saat ia syahid, Nabi begitu kehilangan. Kehilangan. Sangat kehilangan. Tapi ia akan mengajarkan sesuatu kepada para shahabatnya. Maka ia bertanya-tanya di akhir pertempuran, “Apakah kalian kehilangan seseorang?”

Para shahabat menjawab, “Fulan, fulan dan fulan.”

Beliau bertanya lagi, “Apakah kalian kehilangan seseorang?”

Shahabat kembali menjawab, “Ya. Fulan, fulan dan fulan.”

Lagi-lagi beliau bertanya, “Apakah kalian kehilangan seseorang?”

Dan selalunya shahabat menjawab, “Ya. Fulan, fulan dan fulan.”

Kemudian Nabi Muhammad bersabda dengan menghela nafasnya, “Tetapi aku kehilangan Julaibib. Carilah dia!”

Akhirnya, mereka berhasil menemukannya, Julaibib yang mulia. Terbunuh dengan luka-luka, semua dari arah muka. Di seputaran menjelejah tujuh jasad musuh yang telah ia bunuh terlebih dahulu. Beliau bersabda, “Ia telah membunuh tujuh orang sebelum akhirnya mereka membunuhnya.” Nabi Muhammad, dengan tangannya sendiri mengafaninya. Beliau menshalatkannya secara pribadi. Dan kalimat beliau untuk Julaibib yang akan membuat iri semua makhluk hingga hari berbangkit adalah, “Ya Allah, dia adalah bagian dari diriku dan aku adalah bagian dari dirinya.”
Alangkah indahnya. Tidak dikenal manusia tapi dikenal Rabbnya manusia.

semoga kisah diatas menjadikan kita orang orang yang tidak memandang kekurangan seseorang dengan penuh kebencian atau merasa lebih dibandingkan orang lain,karena Allah menciptakan hamba-Nya yang demikian agar menjadi contoh dan bisa diambil hikmahnya,,"dan mungkin kekurangan seseorang itu lebih baik dimata Allah dari pada kelebihan kita dalam segala hal yang kita miliki,,"semoga kita tetap menjadi hamba hamba yang pandai bersyukur atas nikmat yang Allah beri terhadap kita.

Read More »
18.51 | 0 komentar